Minggu, 14 Februari 2016

EMPAT BELAS FEBRUARI DUA TAHUN LALU



Bagi sebagian orang mengingat tanggal 14 Februari sebagai perayaan sesuatu yang nggak jelas. Tapi bagi saya, tanggal 14 Februari adalah salah satu hari bersejarah dalam hidup saya. Bukan karena tanggal 14 Februari bagi sebagian dunia barat dikenal dengan hari kasih sayang, karena bagi saya hari kasih sayang ya setiap hari. Tapi terlebih karena pada tanggal ini, 2 tahun yang lalu sebuah bencana melanda pulau jawa. Gunung Kelud yang berada di Kediri, Jawa timur, meletus.
Sebenarnya letusan pertama Gunung Kelud terjadi tanggal 13 Februari tengah malam. Saat itu sudah hampir setengah manusia di Indonesia terlelap dalam tidur. Termasuk saya. Saat letusan terjadi, suara dan getaran dari Gunung Kelud yang meletus sampai di kota Solo. Tapi saya tidak mendengarnya dan tidak merasakan getaran apapun. Ah, sepertinya saya tipikal orang yang ndableg kalau sudah tertidur. Apapun yang terjadi di sekitar saya, tidak akan menggoyahkan semangat saya untuk tidur, hehe ^^ 



Letusan Gunung Kelud saya sadari saat saya bangun tidur, lalu mengambil wudhu untuk sholat subuh. Kebetulan tempat wudhu di rumah saya melewati ruang terbuka untuk jemuran. Di tempat itu terdapat beberapa tanaman perdu. Yang sedikit membuat saya heran adalah, jalan setapak yang menghubungkan bagian belakang rumah saya dengan tempat wudhu yang biasa berwarna gelap karena hanya cor-coran lantai biasa, subuh itu berwarna putih. Saya tersadar akan sesuatu saat jejak sandal saya yang basah oleh air wudhu membekas, membentuk bubur putih. Saat itu saya menoleh ke tanaman sekitar, daun-daunnya pun banyak terdapat bercak putih. Saya mulai penasaran, lalu berkeliling sebentar, memperhatikan dari dekat bercak putih yang melekat pada daun. Saat saya colek, rasanya seperti memegang semen kering.
Sempat terbesit pertanyaan dalam benak saya asal bercak putih tersebut, karena setahu saya maupun tetangga tidak ada yang sedang membangun rumah hingga semennya dapat terbang kemana-mana. Namun rasa penasaran saya harus terhenti karena Bapak sudah memanggil saya untuk sholat subuh berjama'ah. 


Rasa penasaran saya berlanjut. Selesai sholat subuh, saya nyalakan televisi. Dari sinilah semuanya mulai jelas. Semalam Gunung Kelud meletus. Karena semakin penasaran, saya berjalan ke teras rumah. Dan benar saja, pelataran rumah saya sudah memutih. Saya memberanikan diri keluar rumah, membuka gerbang dan berjalan ke jalan. Karena baru saja selesai subuh, jalanan masih sepi dan gelap. Namun tiba-tiba hujan turun. Yeah, tapi ini bukan hujan air. Ini hujan abu. Dan semakin lama semakin deras. Saya memutuskan untuk kembali masuk ke rumah.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Solo terkena dampak dari letusan gunung. Sebelumnya, saat Gunung Merapi meletus, abunya juga pernah diterbangkan angin hingga ke Solo. Namun saat itu abunya sangat tipis. Sampai-sampai, saya yang sedang berada di lantai 4 yang terbuka tidak merasakannya. Saya tersadar saat melihat genting-genting rumah memutih. Suasanya seperti sedang turun salju. Sama seperti saat Gunung Kelud meletus. Hanya saja ini lebih parah. 
Hujan abu semakin deras. Orang mulai beraktivitas keluar rumah dengan menggunakan payung. Namun ada beberapa orang yang bandel dan tetap woles aja jalan tanpa terusik hujan abu. Sebagian orang hanya melihat-lihat suasana luar. Ada sebagian yang lain keluar berbelanja sayuran atau sekedar mencari sarapan. Yeah, inilah aktivitas yang biasa dilakoni orang-orang di kampung saya. Sepertinya banyak yang belum ngeh dengan apa yang terjadi. Meski pada akhirnya sebagian dari mereka pulang dengan tangan hampa. Tak banyak warung dan orang jualan di saat itu. Selain adanya hujan  abu ini, suasana saat itu gelap. Seperti masih malam saja. Padahal sudah jam 8 pagi. 


Saat jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Langit sudah sedikit cerah meski masih kemerahan. Abu yang berjatuhan mulai menebal. Bahkan angin yang hanya berhembus sepoi saja bisa menerbangkan debu-debu tersebut. Sebagian orang mulai panik. Mereka mulai mencari masker sebagai perlindungan terhadap organ pernafasan. Hampir di semua apotek masker sold out, termasuk di apotek saya. Bahkan saya harus menelfon langsung ke PBF untuk mendatangkan 3 karton masker. Padahal hari itu banyak orang yang tidak mau keluar rumah kalau tidak untuk masalah yang penting. Namun salah seorang bapak sales yang baik hati rela menerjang hujan abu untuk mengantar masker-masker tersebut. Alhamdulillah, semua kebagian masker. Terimakasih Pak Yono sudah sangat membantu kami :) :)
Saat angin mulai berhembus, tak banyak orang beraktivitas di luar rumah. Bukan hanya debu yang dapat mengganggu pernafasan, tapi juga saat debu itu masuk ke mata jadi perih. Untuk amannya pula, hampir semua pintu dan jendela di tutup. Padahal jarak antara Kediri dengan Solo terhitung jauh, ya. Tapi apa daya. Sang angin inginnya berhembus ke arah Solo dengan membawakan kami oleh-oleh debu dari Gunung Kelud. Lihatlah! Bagaimana rupa tanaman saya :( :(



Saat tengah hari, suasana sedikit tenang. Angin tak lagi berhembus. Sedikit demi sedikit saya bermaksud membersihkan teras rumah yang sudah terlihat bentuknya karena terlalu kotor. Mirip rumah yang sudah lama tidak ditinggali. Debu menempel di meja dan kursi kayu, serta lantai di teras rumah. Tak cukup satu kali membersihkannya. Awalnya dengan lap dan pel basah, lalu diusap dengan yang kering. Setelah itu dibersihkan lagi dengan lap dan pel basah baru yang masih bersih, lalu diulang lagi dengan yang kering. Begitu seterusnya. Dua jam lebih hanya untuk membersihkan bagian teras. Fuiihh ... (-_-)'
Tapi ternyata perjuangan saya belum berakhir. Tiba-tiba terdengar seperti suara gemuruh beberapa kali, yang disusul dengan hembusan angin yang sangat kencang. Suasana menjadi gelap dan kemerahan. Debu kembali beterbangan. Seketika saya dan beberapa orang yang berada di luar rumah segera masuk, menutup kembali pintu dan jendela. Ternyata letusan susulan dari Gunung Kelud. Dikira sudah aman. Ternyata masih berlanjut, hihi ^^' 
Saat hari menjelang sore, suasana kembali tenang. Langit kembali cerah meski masih merah, namun matahari mulai tampak. Karena mulai lelah, saya pun membersihkan rumah sekedarnya. Sambil beristirahat dan terus memantau perkembangan terbaru Gunung Kelud di televisi, mulailah banyak orang membahas bahaya abu Gunung Kelud bagi kesehatan dan juga gangguan bagi lingkungan sekitar.


Ternyata, abu hasil letusan gunung tersebut berwujud tidak sesederhana yang terlihat. Jika dilihat lebih dekat, abu tersebut berbentuk kristal runcing yang dapat mengisitasi mukosa. Karenanya masyarakat dihimbau untuk berhati-hati dan tetap memakai masker dan pelindung mata. Bahkan mulai ada himbauan kepada masyarakat jika akan membersihkan abu vulkanik esok hari. 
Siapapun yang akan melakukan pembersihkan abu dianjurkan menggenakan perlengkapan perlindungan seperti masker dan kacamata. Membersihkan abu vulkanik memang memerlukan teknik tersendiri. Abu tidak boleh dibersihkan dalam keadaan kering. Hal ini disebabkan karena abu akan beterbangan dan dapat terhirup. Karenanya abu harus dibasahi terlebih dahulu. Abu tidak dapat dibuang secara langsung ke tempat sampah. Abu harus dikumpulkan terlebih dahulu di dalam kantong palstik tebal dan kuat agar tidak berceceran kemana-mana. Dan ternyata, abu vulkanik tidak seringan kelihatannya. Apalagi kalau dalam keadan basah, jadi berat :( :(
Abu juga tidak diperbolehkan dibuang di selokan, maupun talang air. Karena abu ini dapat mengendap hingga akhirnya akan menyumbat saluran-saluran tersebut. Dan yang lebih perlu diperhatikan adalah, jangan menggosok abu yang menempel pada mobil, motor, kirsi, meja, ataupun barang-barang yang mengandung pelapis. Karena wujudnya berupa kristal kecil dan runcing, abu dapat menggores permukaan lapisan hingga membuatnya cacat dan tidak mulus lagi. Sayang kan kalau barang kesayangan rusak hanya karena goresan abu ^^' 




Nah, begitulah saya mengingat setiap tanggal 14 Februari. Entah mengapa peristiwa ini sangat membekas dalam ingatan saya. Mungkin karena seumur hidup baru sekali ini saya mengalaminya, hehe ^^
Kalau Anda, apa yang Anda ingat setiap tanggal 14 Februari?

14 komentar:

  1. Kelingan mbak. Dengan modal jas hujan aku berangkat sekolah sama thole. Ternyata sekolah diliburkan #mendadak libur. Tur muridnya gak ada yang datang. Alhamdulillah, tetap sehat meskipun abunya beberapa hari belum ilang (mungkin terhirup juga)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bu. Kalau saya langsung meliburkan diri, hehe ^^

      Hapus
  2. Jd inget pas kejadian ni kami masih tinggal di sidoarjo. Bangum tidur semua gelap kirain mo.ujan gitu eh liat taman kok tanemannya.ketutup abu smua skolah2 jg sempet libur beberapa hari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Saya juga bingung. Apalagi waktu hujan abunya deras. Berasa salju ^^'

      Hapus
  3. oh, saya baru sadar kalau peristiwa itu jatuh di tanggal 14 februari hehe... mungkin waktu itu keasyikan bersih2 abu sampai gak sempet mengingat tanggal hihihi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih, Mak. Serius sekali bersih-bersihnya :D :D

      Hapus
  4. Duuuh, jadi ingat aku gak jadi ke gunung kelud sebelum meletus, padahal abis dolan ke Blitar kan melewati lokasi. Katanya sih pemandangan sebelum meletus lebih indah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, mustinya poto-poto dulu, ya, Mak. Buat kenang-kenangan :D :D

      Hapus
  5. wah begitu ya, aku malah baru tahu dan keinget juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jiahaha ... Untungnya saya sempat foto-foto, Mak. Buat kenang-kenangan :D :D

      Hapus
  6. Iya aku jg inget, itu tgl 14 februari. Dan kami dapat pasir berember2 dari talang rumah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayangnya itu pasir nggak bisa buat bangun rumah, ya, Mak. Etapi kalau saya dicampur pupuk terus di kasih ke tanaman :D :D

      Hapus
  7. ah iyaa...aku bakan bakda subuh itu dg pedenya kluar rumah hendak menjemur bajuuu...ah, bgitu sdara ada hujan abu, aku lalu berpayung jln2 keliling kampung...suasana langka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha ... Untung nggak jadi ya, Mak. Bisa-bisa nyuci lagi :D :D

      Hapus

Terima kasih telah berbagi komentar