Kamis, 17 September 2015

JUNIOR, THIS IS ME!


Sumber Gambar : http://civilitypartners.com

Ada budaya di dunia kerja yang terkadang membuat karyawan yang baru bergabung di sebuah perusahaan (junior) menjadi sulit beradaptasi dengan lingkungan barunya, terutama terhadap rekan kerja yang telah terlebih dahulu bekerja (senior) di perusahaan tersebut. Tidak peduli posisi junior tersebut setara atau bahkan lebih tinggi dari seniornya, senioritas, sering menjadi sesuatu yang menakutkan bagi junior. Jika melakukan kesalahan maka akan disalahkan habis-habisan, tapi kalau benar tidak dipandang sama sekali.
Entah mulai kapan budaya senioritas ini ada. Mulai dari pelecehan verbal sampai main fisik. Senior yang seharusnya bijaksana, berpengalaman, berwawasan lebih dan dituakan, ternyata belum tentu bisa menempatkan diri sebagaimana mestinya. Tidak jarang, senior malah menjadi biang kerusuhan, suka mencari kesalahan junior, cari muka di depan atasan, dan tidak jarang pula berlagak galak hanya untuk menutupi ketidak mampuannya. Apalagi jika ternyata juniornya lebih mampu dan lebih memiliki kemampaun untuk berkembang.
Awal masuk ke perusahaan, junior harus berjuang agar diterima oleh rekan kerja dan lingkungannya. Itu adalah sesuatu yang lumrah. Namun jika senior sampai meremehkan, bahkan tidak memberi kesempatan juniornya untuk berkembang, maka tidak ada salahnya junior mengatur strategi untuk mengubah penilaian senior agar lebih terbuka dan dapat menerimanya. Anggap saja ini sebuah tantangan pertama yang harus ditaklukkan.
Junior haruslah mengikuti aturan yang telah ada. Ini adalah hukum alam. Dimana tempat akan ada peraturannya sendiri. Maka ikutilah aturan tersebut.
Menjadi junior bukan berarti hilangnya hak untuk berpendapat. Jika memang memiliki usulan atau pendapat yang berbeda dengan senior tentang suatu hal yang sedang didiskusikan, ungkapkan pendapat itu secara sopan. Hindari perdebatan yang remeh temeh. Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang wajar. Hargailah. Namun jangan sampai perbedaan tersebut menjadikan suasana kerja menjadi kurang nyaman. Jika perbedaan tersebut mulai mengarah ke skala konflik, lebih baik menghindar.
Jalin komunikasi yang baik dengan senior. Sekedar menyapa tidak akan mengurangi kualitas diri. Bersikap rendah hati dan menghargai orang lain sebagai salah satu bukti pribadi yang tangguh. Tidak malu bertanya jika ada hal yang kurang dimengerti. Jangan jalan sendiri. Apalagi jika yang dilakukan ternyata adalah sebuah kesalahan. Bisa-bisa junior malah semakin akan dipojokkan.
Meski sudah diterima kerja, tidak ada salahnya junior terus belajar dan menambah ilmunya. Tidak sering di lapangan, junior akan mendapatkan pendelegasian tugas lebih banyak. Junior tidak perlu berkecil hati. Justru ini adalah saat yang tepat sebagai pembuktian bahwa kinerja junior tidak kalah bagusnya dengan senior. Tampilkan performa terbaikmu!
Sebenarnya, tidak banyak manfaat yang bisa diambil dari budaya senioritas seperti ini. Yang ada hanyalah, kemungkinan akan adanya perasaan balas dendam junior sekarang kepada junior-junior setelahnya, hingga menjadi mata rantai yang tak berkesudahan. Bukankah budaya kita mengajarkan tidak hanya untuk menghormati yang tua, tapi juga menyayangi yang muda?!

4 komentar:

  1. pendapat saya sih, senior tak perlu sok. karena kalau tak ada junior ia tak bakalan disebut senior. sippp

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bu Ima. Bukankah seharusnya senior mengarahkan anak baru. Bukan malah memusuhi. Toh pada akhirnya mereka akan bekerja secara tim, bukan sendiri-sendiri :D

      Hapus
  2. setuju sama komentar bu ima di atas.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ih, kompakan sama Bu Ima. Eh, itu foto Aga, ya. Sini, cubit dulu! :D :D

      Hapus

Terima kasih telah berbagi komentar