Jumat, 05 Februari 2016

MENDETEKSI KEBOHONGAN PADA ANAK




Geram ya rasanya kalau menemukan anak mulai bisa berbohong. Pasti inginnya marah dan ngomel. Tapi anak jaman sekarang kalau diomeli malah ngeles. Ada aja alasannya. Semakin dicerca semakin berkelit. Yang tua musti sabar tingkat bidadari. Anak yang masih belia dan polos tiba-tiba bisa berbohong. Tentu kita jadi bertanya-tanya dari mana dia belajar? Siapa yang mengajarinya? Siapa yang ditirunya?

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan anak mulai berbohong. Yang paling dekat tentu saja adalah pengaruh lingkungan sekitar, terutama keluarga. Roll model yang sangat mempengaruhi sikap anak-anak adalah orang tua. Jadi, kalau tiba-tiba anak mulai berbohong, orang tua sebaiknya introsperksi diri. Terkadang tanpa disadari orang tualah yang telah mengajarkan kebohongan kepada anak. Sebagai contoh saat orang tua melarang anak untuk bermain di luar rumah, orang tua mengatakan, "Jangan main di luar! Nanti diculik orang gila, lho." Atau saat kedatangan orang tidak ingin ditemui, "Bilang saja, Mama nggak ada di rumah." Nah, lho ^^'
Faktor lain yang dapat sebagai pencetus anak mulai berbohong diantaranya adalah sikap keras orang tua. Bukan tidak boleh bersikap tegas pada anak untuk mendisiplinkan, tapi tidak dengan kata-kata keras dan kasar. Contoh yang sering terjadi di masyarakat adalah anak yang dituntut selalu mendapatkan nilai bagus saat ulangan. Saat anak tidak mampu meraihnya, orang tua lantas memarahi dan menghukumnya. Akibatnya, anak menjadi takut. Di lain waktu saat ada ulangan lagi, anak akan melakukan apa saja untuk mendapatkan nilai yang bagus. Termasuk menghalalkan segala cara, menyontek teman misalnya. Akhirnya anak mulai berbohong dan tidak sportif. Termasuk dalam hal ini adalah, anak berbohong untuk menyenangkan orang lain. Saat anak tidak dapat mengerjakan ulangan, lalu orang tua bertanya kepadanya, "Bagaimana tadi ulangannya?" Agar orang tuanya senang dan tenang, anak akan menjawab, "Bisa." Boleh jadi sebenarnya anak mendapat kesulitan saat mengerjakan soal.
Alasan lain anak berbohong adalah keinginannya agar dapat diterima di pergaulan. Biasanya ini terjadi pada anak-anak dengan rasa percaya diri yang rendah, Anak dengan rasa percaya diri yang tinggi tidak perlu melakukan kebohongan agar diterima oleh teman-temannya. Bahkan dia bisa menjadi magnet bagi teman-temannya untuk mendekat kepadanya. Agar dapat diterima oleh teman-temannya, anak dengan rasa percaya diri rendah akan berbohong dengan cara berbicara tentang hal yang muluk-muluk. Misalnya, saat anak mengaku sebagai anak orang kaya dengan segala fasilitas mewah, atau selalu mentraktir teman-temannya jajan untuk menunjukkan kekayaannya. Padahal sebenarnya tidak demikian.
Nah, jika sudah seperti ini, alangkah baiknya jika orang tua mengetahui tanda-tanda saat anak mulai berbohong. Banyak tanda yang bisa dianalisa oleh orang tua. Mulai dari cara bercerita anak yang terbata-bata dan tidak konsisten, hingga anak yang terlihat gelisah. Semua dikarenakan anak sedang menyembunyikan sesuatu. Sehingga anak harus menyusun cerita bohong. Orang tua juga dapat memperhatikan sikap anak. Pandangan mata anak saat bercerita. Anak yang berbohong biasanya tidak berani menatap mata langsung. Dia akan sering berkedip, sering menggosok hidung dan menutup mulut. Bola mata anak yang sedang berbohong terus bergerak ke kanan dan ke kiri, namun lebih sering bergerak ke kiri karena sedang merangkai cerita. Anak berbohong juga cenderung berkeringat, sering menelan ludah karena adrenalin meningkat. 
Meski orang tua menemukan tanda-tanda di atas, bukan berarti orang tua lantas langsung menuduh berbohong. Orang tua hendaknya mencari bukti. Ada beberapa hal yang dapat orang tua lakukan untuk mencari bukti kebohongan anak. Memeriksa bagian tubuh anak adalah salah satunya. Adanya bekas coretan pada bagian tubuh tertentu saat anak mencontek bisa menjadi salah satu bukti.
Orang tua jangan terlalu takut dengan anak. Dalam artian, orang tua terlalu menghormati privasi anak hingga kurang tegas dalam mengontrol anak. Tidak berani masuk ke kamarnya, memeriksa barang-barang pribadinya seperti tas, laci meja, saku celana, bahkan almarinya. Hal ini dilakukan bukan untuk mengintimidasi anak. Ini hanya untuk pengecekan biasa. Siapa tahu anak sedang khilaf dan terdapat barang-barang orang lain di tempat pribadinya. Karena pada kenyatannya, tidak dapat dipungkiri juga, anak sering menyembunyikan kertas ulangan dengan nilai jelek pada tempat-tempat tersebut. 
Jika memang ternyata ditemukan bukti-bukti tersebut, lagi lagi jangan langsung menghakimi anak. Memang segala tindakan ada konsekuensinya. Termasuk jika berbohong. Hukuman mungkin memang diperlukan, namun bukan untuk menyakiti. Ajak anak bicara dari hati ke hati. Tidak menutup kemungkinan justru anak akan mengakui perbuatannya. Setelahnya, orang tua dapat membatu anak memperbaiki keadaan. Jika ada nilai ulangan yang jelek, orang tua dapat menanyakan kepada anak bagian mana yang menurutnya susah. Jika menyangkut orang lain, bantulah anak untuk meminta maaf. Ini akan lebih bijaksana. 
Menangani anak yang berbohong memang gampang-gampang susah. Namun jangan pantang menyerah, ya. Banyak cara kok agar anak bisa menghilangkan sedikit demi sedikit kebiasaan berbohongnya. Teladan yang baik dari orang tua adalah salah satunya. Keterbukaan dalam menjalin komunikasi antara ayah ke ibu, ibu ke ayah, orang tua ke anak, dapat membantu menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak hingga anak lebih terbuka. Menanamkan kejujuran kepada anak, menghargai dan mencintainya dengan tidak menuntut melebihi kemampuan, menerima apa adanya, serta tidak menjadikannya sebagai pesakitan dapat membantu menciptakan kepercayaan diri pada anak. Dia tidak perlu menuntut dari orang lain dan menjadi anak yang terpinggirkan dalam pergaulan. Anak akan lebih berpikir positif dan tidak perlu berbohong lagi. 

16 komentar:

  1. Biasanya di anak usia 12 mulai berbohong, walaupun berbohong perihal hal yang sepele, namun jika dibiarkan aja menjadi kebiasaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Karenanya lebih baik jika diantisipasi sedari kecil :) :)

      Hapus
  2. anak saya masih kecil masih belum keliahtan mungkin nanti kalau udah tiga tahun deh bisa di praktekin tipsnya diatas ;)

    BalasHapus
  3. jadi ingat waktu saya masih SD Mbak, setiap kali nilai ulangannya jelak akan saya robek kertasnya dan bilang kertas ulangannya dibawa sama Ibu guru :(
    saya robek karena takut dimarahi sama Papa karena nilai ulangannya jelek :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengalaman memang guru yang terbaik, ya, Mak. Sekarang jadi tahu bagaimana dunia anak :) :)

      Hapus
  4. Orangtua harus mencontohkan perbuatan yang baik ya, jangan berkata keras. Seep, makasih ya, Mbak.

    BalasHapus
  5. Menempatkan diri sebagai panutan yang baik memang tanggung jawab besar ortu skrg ya mba...salam kenal.

    @cputriarty

    BalasHapus
  6. anak saya yg besar kalau dpt nilai jelek ketika ulangan selalu dimarahi papanya. akibatnya dia gak berani nunjukin ke papanya kalau pas dapt nilai jelek. alhasil saya jadi ikut2an deh nutup-nutupin kalau anak lagi pas dapat nilai jelek. duh mudah2an gak berpengaruh buruk utk anak ke depannya nih. habis suka kasian juga kalau anak diomelin terus hanya karena nilai2 buruk di sekolah. karena menurut saya tuh kalau anak tidak terlalu pintar di bidang ini, maka Allah pasti memberinya kelebihan di bidang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Setiap manusia terlahir ke duania ini dengan kelebihannya masing-masing ^^

      Hapus
  7. Saya pas kecil juga bbrp kali bohong ma ortu huhuhu sering malah :P
    Utamanya pas ortu nglarang nonton tipi pdhl saya tau letak kunci lemari tipi dmn, pas ortu pergi saya buka lemari dan nonton tipi, pas ortu datang cepet2 matiin tipi dan sembunyikan kunci di tempat semula hehe :P kenakalan jaman kecil...

    BalasHapus
  8. iya, aku pun sering pusing ngadepin kebohongan anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba tips di atas, Mak. Semoga berhasil :) :)

      Hapus

Terima kasih telah berbagi komentar